Skip to content

Mengubah Rutinitas

Harus selalu kita ingat, bahwa kitalah yang menentukan nasib kita sendiri. Kitalah yang menentukan diri kita sendiri, apakah kita dapat menjadi dewasa sesuai dengan usia rohani kita, atau tidak. Kita yang menentukan apakah kita mau menjadi orang saleh atau orang suci sesuai dengan standar Allah, atau tidak. Apakah kita mau hidup tidak bercacat, tidak bercela atau tidak; kita yang harus menentukannya. Allah menyediakan sarana untuk pertumbuhan dan pendewasaan. Tetapi apa yang Allah sediakan dapat menjadi sia-sia jika kita tidak memiliki respons, reaksi, dan langkah yang benar dan tepat. Inilah yang harus kita hayati dengan benar. 

Ibrani 12:16, “Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan. Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.” Inti dari pembacaan ayat ini adalah Esau yang kehilangan kesempatan. Setan itu licik. Ia menggunakan irama hidup kita yang salah untuk menghambat pertumbuhan rohani kita agar kita tidak mencapai puncak, agar rohani kita tidak bertumbuh normal. 

Kalau kita membaca firman Tuhan di Roma 8:28-29, “Allah bekerja dalam segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia.” Kata “segala sesuatu,” itu menunjukkan bahwa tidak ada momentum yang sia-sia. Momentum yang Tuhan berikan kepada kita, pasti momentum yang bisa berguna atau berfaedah bagi pertumbuhan iman kita. Tetapi Iblis menggunakan irama hidup kita yang salah agar kita terhambat bertumbuh; tidak bertumbuh secara normal. Kadang-kadang juga mengacau dengan pemikiran yang sesat, seakan-akan pertumbuhan mental itu sama dengan pertumbuhan rohani. Rohani yang bertumbuh, pasti mental bertumbuh. Tetapi mental yang bertumbuh, belum tentu rohani bertumbuh. Sebab, pertumbuhan mental di mana orang menjadi makin dewasa, makin bijak, makin arif secara umum, itu juga bisa dimiliki oleh semua orang seiring bertambahnya usia.

Tetapi menjadi makin rohani, artinya makin sepikiran dan seperasaan dengan Allah. Ini bicara mengenai kecerdasan untuk mengerti kehendak Allah; apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Ini bisa bersifat transenden; melampaui akal. Tetapi kalau hanya arif dan bijaksana, ini hanya imanen. Melalui fakta-fakta empiris yang pada umumnya manusia alami, itu bisa membuat manusia menjadi dewasa mental. Tetapi Allah bekerja dalam segala sesuatu. Transenden, artinya melampaui akal. Allah akan berkarya di situ, supaya anak-anak Allah yang terpilih ini menjadi dewasa, sempurna seperti Bapa. Maka, kita harus memperhatikan setiap momentum yang Tuhan izinkan kita alami dan lewati, yang di dalamnya pasti ada manfaat bagi pertumbuhan rohani kita. 

Untuk bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah, tentu sangat mahal harganya. Kalau Allah, Pencipta langit dan bumi, memilih kita menjadi umat pilihan, menjadi anak-anak-Nya, seperti yang dikatakan di Ibrani 12: “Bapak di dunia ini tahu mendidik anak-anaknya dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh Bapak atau orang tua di dunia. Demikian juga, Bapa di surga menghajar orang-orang yang dikasihi-Nya supaya hidup (Yun. Zoe) dan mengambil bagian dalam kekudusan-Nya.” Ini perlu tindakan Allah; transenden. Transenden itu artinya melampaui akal. Tetapi kalau yang tidak melampaui akal, namanya imanen. Memang fakta-fakta empiris, pengalaman-pengalaman hidup yang dialami manusia bisa menjadi pelajaran, sehingga manusia bisa menjadi bijak, arif, dan mencapai kedewasaan mental. 

Tetapi anak-anak Allah akan mengalami dan menerima penggarapan Allah, kalau ia memanfaatkan momentum; ia harus mengerti momentum yang diberikan kepadanya dan memanfaatkannya dengan tepat. Irama hidup yang salah yang sudah kita warisi sejak dulu dan juga berbagai pengaruh hidup dari manusia di sekitar kita, itulah yang menghambat kita, bahkan bisa menggagalkan rencana-rencana Allah untuk menjadikan kita sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Sehingga, kita bisa saja menjadi dewasa mental, tetapi tidak bisa sempurna seperti Bapa. Oleh sebab itu, irama hidup kita harus diubah. Kalau kita mau berubah, rubahlah rutinitas kita. Ini adalah hukum kehidupan yang merupakan kunci supaya kita bisa mengalami perubahan sesuai yang Tuhan inginkan. Hendaknya, ini kita ingat terus-menerus dan kita lakukan. Mengubah rutinitas, akan membantu kita mengubah hidup kita. Kalau kita tidak mengubah rutinitas kita, maka kita akan kehilangan momentum-momentum yang berharga. Harus diingat, bahwa setiap momentum adalah sarana dari Tuhan untuk dapat menggarap hidup kita. Di dalam setiap momentum pasti memuat pelajaran rohani dari Tuhan agar iman kita semakin didewasakan dan disempurnakan.

Kalau kita mau berubah, rubahlah rutinitas kita.